Bidang Utama Filsafat
Bidang dalam Filsafat
Secara umum, bidang-bidang utama filsafat
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu metafisika, epistimologi dan aksiologi.
Secara ringkas ketiga bidang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Metafisika.
Metafisika berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta ta physika yang
berarti segala sesuatu yang berada di balik hal-hal yang sifatnya fisik.
Metafisika sendiri dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang paling
utama, yang membicarakan mengenai keberadaan (being) dan eksistensi
(existence). Oleh karena itu, metafisika lebih mempelajari sesuatu atau
pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan
atau keberadaan. Menurut Wolff, metafisika dapat diklasifikasikan ke
dalam 2 kategori, yaitu :
Metafisika Umum (Ontologi), yaitu metafisika yang membicarakan tentang “Ada” (Being).
Metafisika
Khusus, yaitu metafisika yang membicarakan sesuatu yang sifatnya
khusus. Dalam metafisika khusus ini, Wolff membagi ke dalam 3 (tiga)
kategori :
Psikologi, yang membahas mengenai hakekat manusia
Kosmologi, yang membahas mengenai alam semesta
Theologi, yang membahas mengenai
Epistimologi.
Epistimologi berasal dari kata Episteme yang berarti pengetahuan
(knowledge) dan logos yang berarti teori. Oleh karena itu, epistimologi
berarti teori pengetahuan. Permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus
pembicaraan epistimologi adalah asal-usul pengetahuan, peran pengalaman
dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dan kebenaran,
dan sebagainya. Dalam epistimologi, pengetahuan merupakan suatu
aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan kebenaran.
Aksiologi.
Aksiologi berasal dari kata axios yang berarti nilai atau sesuatu yang
berharga, dan logos yang berarti akal atau teori. Oleh karena itu,
aksiologi dapat diartikan sebagai teori mengenai sesuatu yang bernilai.
Dalam cabang ini, salah satu yang paling mendapatkan perhatian adalah
masalah etika/kesusilaan. Dalam etika, obyek materialnya adalah perilaku
manusia yang dilakukan secara sadar. Sedangkan obyek formalnya adalah
pengertian mengenai baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral dari
suatu perilaku manusia.
DEFENISI FILSAFAT ILMU
Menurut
Beerling (1985; 1-2) filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya. Dengan
kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan
lanjuta. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang
bersifat lanjutan atau secondary reflexion. Refleksi sekunder seperti
itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada
keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu
yang ada. Refelksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha
memberi tekanan perhatian pada metodikaserta sistem dan untuk berusaha
memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang serta
hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa
berbentuk (1) mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan
kepada penyelenggaaraan kegiatan ilmiah; (2) menerapkan penyelidikan
kefilsafatan terhadap terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini
mempertanyakan kembali secara de-jure mengenai landasan-landasan serta
azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran pada dirinya
serta apa yang dianggapnya benar.
Filsafat ilmu adalah refleksi
yang mengakar terhadap prinsip-prinsip ilmu. Prinsip ilmu adalah sebab
fundamental dan kebenaran universal yang lengket didalam ilmu yang pada
akhirnya memberi jawaban terhadap keberadaan ilmu. Dengan mengetahui
seluk-beluk prinsip ilmu itu maka dapat diungkapkan
perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan perkembangannya,
keterjalinan antar ilmu, ciri penanganan secara ilmiah, simplifikasi dan
artifisialitas ilmu dan sebagainya yang vital bagi penggarapan ilmu itu
sendiri (Suriasumantri, 1986; 301-302). Filsafat ilmu pengetahuan
membahas sebab musabab pengetahuan dan menggali tentang kebenaran,
kepastian, dan tahap-tahapnya, objektivitas, abstraksi, intuisi, dan
juga pertanyaan mengenai “dari mana asalnya dan kemana arah pengetahuan
itu?” (Verhaak & Haryono, 1989; 12-13).
Perbedaan filsafat
ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu,
psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak apada masalah yang hendak
dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat ilmu tidak berhenti
pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan serta cara
penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan mempermasalahkan
masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas serta alasan apakah yang
menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan ilmiah
(Beerling, 1985; 2). Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh
ilmu itu sendiri tetapi membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan
serta cara kerja ilmu. Pertalian antara filsafat dan ilmu harus
terjelma dalam filsafat ilmu. Kedudukan filsafat iilmu dalam lingkungan
fisafat secara keseluruhan adalah pertama, bahwa filsafat ilmu
berhubungan erat dengan filsafat ilmupengetahuan (epistemologi); kedua,
filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan dalam
hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi
(Beerling, 1985; 4). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan
lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu manusia
seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi
(Bertens, 1987; 21 dan Katsoff, 1986; 105-106).
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren
(“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Antara
definisi filsafat dan ilmu pengetahuan memang hampir mirip namun kalau
kita menyimak bahwa di dalam definisi ilmu pengetahuan lebih menyoroti
kenyataan tertentu yang menjadi kompetensi bidang ilmu pengetahuan
masing-masing, sedangkan filsafat lebih merefleksikan kenyataan secara
umum yang belum dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan
(Muntasyir&Munir,2000: 10). Walaupun demikian, ilmu pengetahuan
tetap berasal dari filsafat sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan
yang berdasarkan kekaguman atau keheranan yang mendorong rasa ingin tahu
untuk menyelidikinya, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.
Wibisono
(1997: x) pada Artikel kunci “Gagasan Strategik Tentang Kultur Keilmuan
Pada Pendidikan Tinggi”, yang mengambil pendapat H.J. Pos, beliau
menandaskan bahwa abad ke-19 dan 20, dan bahkan sampai sekarang,
diidentifikasi sebagai suatu abad yang ditandai oleh dominasinya peran
ilmu pengetahuan dalam kehidupan umat manusia.
Dominasi ilmu
pengetahuan dalam kehidupan manusia memang tidak dapat dipungkiri.
Betapa tidak, dominasi ini paling kurang membawa pengaruh dan manfaat
bagi manusia, atau justru berpengaruh negatif dan membawa malapetaka.
Seperti yang diungkapkan oleh Ridwan Ahmad Syukri (1997: 18-19), ilmu
yang berorientasi pada kepentingan pragmatis, orientasi duniawi, atau
mengesampingkan yang transenden, akan membawa malapetaka bagi
kemanusiaan pada umumnya. Ilmu dinilai bukan karena dirinya sendiri,
tetapi nilai ilmu pengetahuan berada dalam kesanggupannya membuat
kehidupan lebih bernilai dan memberikan kebahagiaan, demi kebutuhan
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan manusia, maka bentuk
ilmu itu memberikan kemanfaatan.
Selanjutnya, dalam bukunya yang
berjudul Epistemologi Dasar, J. Sudarminta mengatakan bahwa ciri-ciri
hakiki pengetahuan manusia yaitu:
kepastian mutlak tentang kebenaran
segala pengetahuan kita memang tidak mungkin, sebab manusia adalah
makhluk contingent dan fallible. Tetapi ini tidak berarti bahwa semua
pengetahuan manusia pantas dan perlu dipergunakan kebenarannya. Maka,
skeptisisme mutlak pantas ditolak.
subjek berperan aktif dalam
kegiatan mengetahui dan tidak hanya bersifat pasif menerima serta
melaporkan objek apa adanya. Tetapi ini tidak berarti bahwa pengetahuan
manusia melulu bersifat subjektif. Maka, subjektivisme radikal juga
pantas disangkal.
pengetahuan manusia memang bersifat relasional dan
kontekstual, tetapi itu tidak berarti bahwa objektivitas dan
universalitas pengetahuan menjadi tidak mungkin. Menurut Sudarminta
(2002: 60) pelbagai bentuk relativisme ilmu pengetahuan, walaupun punya
sumbangan yang berharga, merupakan suatu pandangan tentang pengetahuan
yang tidak bisa diterima.
referensi :
ilmunafs.blogspot.com
0 komentar: